
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menarik perhatian publik dengan langkahnya memanggil mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian Nasution. Panggilan ini berkaitan dengan dugaan kasus korupsi yang melibatkan pengelolaan minyak mentah dan produk kilang pada Subholding Pertamina. Kasus ini mengguncang dunia industri energi dan menyoroti tata kelola BUMN yang kerap disebut menjadi celah bagi praktik korupsi.
Latar Belakang Kasus Korupsi di Pertamina Patra Niaga
Kasus yang tengah ditangani oleh Kejagung mencuat setelah temuan adanya dugaan manipulasi dan penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan sumber daya alam. Kejagung mencurigai adanya praktik korupsi yang menyebabkan kerugian negara yang sangat besar. Investigasi dimulai dengan fokus pada transaksi minyak mentah yang terjadi antara Pertamina Patra Niaga dan beberapa pihak ketiga yang terlibat.
Penyelidikan ini melibatkan sejumlah petinggi di Pertamina dan perusahaan terkait lainnya. Kasus ini juga membuka tabir tentang kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun, angka yang sangat mengejutkan dan mengundang perhatian publik.
Panggilan Alfian Nasution oleh Kejagung
Kejagung memanggil Alfian Nasution pada Jumat, 21 Maret 2025, untuk diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi. Selama pemeriksaan yang berlangsung lebih dari 12 jam, Alfian tidak memberikan komentar kepada media. Pemanggilan ini menjadi sorotan karena sebelumnya, dalam struktur perusahaan, Alfian memiliki peran strategis.
Sebagai mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Alfian bertanggung jawab terhadap kebijakan operasional yang diduga melibatkan tindakan korupsi. Kejagung melihat bahwa posisinya sangat penting dalam memahami alur pengelolaan sumber daya alam yang terkait dengan kerugian negara ini.
Rangkaian Tersangka dalam Kasus Ini
Selain Alfian Nasution, Kejagung juga telah menetapkan sembilan tersangka lainnya. Tersangka-tersangka ini berasal dari berbagai kalangan, termasuk petinggi Pertamina dan beberapa pihak swasta yang terlibat dalam transaksi.
Riva Siahaan, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga yang menjabat setelah Alfian, juga menjadi bagian dari tersangka. Begitu pula dengan Yoki Firnandi yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, serta Sani Dinar Saifuddin, Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.
Selain itu, Kejagung juga menyebutkan tiga nama broker yang terlibat dalam transaksi-transaksi ini, yaitu Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo. Semua tersangka ini dihadapkan pada kemungkinan hukuman berat, mengingat dampak besar yang ditimbulkan dari tindakannya.
Kerugian Negara yang Mencengangkan
Kasus ini terungkap setelah adanya temuan bahwa Pertamina Patra Niaga dan pihak terkait lainnya terlibat dalam sejumlah kesepakatan yang merugikan negara. Kejagung memperkirakan kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp193,7 triliun, jumlah yang sangat besar untuk sebuah korupsi yang melibatkan perusahaan pelat merah.
Angka ini menunjukkan betapa pentingnya keberlanjutan sistem tata kelola yang transparan dan bebas dari korupsi dalam industri energi Indonesia. Kasus ini menjadi peringatan bagi semua pihak bahwa pengelolaan sumber daya alam harus dijalankan dengan prinsip akuntabilitas yang tinggi.
Ahok Sebut Alfian Nasution Harus Diperiksa
Nama Alfian Nasution juga disorot oleh mantan Komisaris Utama PT Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ahok menyatakan bahwa Kejagung perlu memanggil Alfian mengingat peranannya yang sangat vital dalam keputusan-keputusan strategis di perusahaan tersebut.
Menurut Ahok, Alfian tidak bisa lepas dari tanggung jawab atas kebijakan-kebijakan yang mengarah pada praktik korupsi. Ahok juga mengungkapkan bahwa tindakan Kejagung dalam memeriksa Alfian adalah langkah yang sangat tepat untuk mengungkap akar permasalahan di dalam tubuh Pertamina.
Peluang Pemanggilan Nicke Widyawati
Selain Alfian, Kejagung juga membuka kemungkinan untuk memanggil mantan Direktur Utama PT Pertamina Persero, Nicke Widyawati. Meskipun saat ini belum ada langkah pasti, Kejagung tetap membuka peluang untuk memeriksa Nicke terkait kasus yang sama.
Sebagai Direktur Utama PT Pertamina, Nicke memiliki pengaruh besar dalam pengambilan kebijakan. Oleh karena itu, jika ada kaitannya dengan penyalahgunaan kewenangan atau korupsi, pemanggilan Nicke Widyawati bisa menjadi langkah selanjutnya dalam mengungkap jaringan korupsi yang lebih luas di tubuh Pertamina.
Tantangan Bagi BUMN dan Pemerintah
Kasus korupsi ini menjadi sorotan luas karena menyangkut salah satu perusahaan besar milik negara. PT Pertamina sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia harus menjaga integritas dan kepercayaan publik. Kejaksaan Agung diharapkan dapat mengungkap seluruh pihak yang terlibat dalam kasus ini dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Bagi pemerintah, ini juga menjadi tantangan besar dalam memperbaiki sistem pengelolaan BUMN dan memastikan bahwa tidak ada celah bagi praktik-praktik korupsi yang merugikan negara dan rakyat. Pemerintah perlu mengambil langkah lebih tegas dalam memberantas korupsi di sektor-sektor vital seperti energi.
Penutupan
Kasus yang melibatkan Pertamina Patra Niaga ini menjadi peringatan bagi semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Kejagung kini tengah bekerja keras untuk memastikan bahwa setiap pelaku korupsi akan bertanggung jawab atas kerugian negara yang ditimbulkan.
Langkah-langkah hukum yang sedang diambil menjadi bagian dari upaya untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan BUMN, serta memberikan rasa keadilan bagi masyarakat yang terdampak.