
Masyarakat Kecamatan Batipuah Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, baru-baru ini menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Danau Singkarak. Proyek ini, yang direncanakan oleh PLN, akan memiliki kapasitas sekitar 77 megawatt peak (MWp) dan diperkirakan menelan biaya mencapai Rp900 miliar. Meskipun proyek ini bertujuan untuk mengembangkan energi terbarukan, masyarakat setempat khawatir proyek tersebut akan merusak ekosistem dan berdampak negatif pada mata pencaharian mereka.
Dampak Lingkungan dan Ekonomi
Salah satu alasan utama penolakan ini adalah dampaknya terhadap ekosistem Danau Singkarak. Danau Singkarak merupakan rumah bagi ikan bilih, ikan endemik yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Masyarakat setempat, khususnya yang tinggal di sekitar danau, sangat bergantung pada hasil tangkapan ikan bilih sebagai mata pencaharian utama mereka. Can Amalo, tokoh masyarakat Batipuah Selatan, mengungkapkan bahwa proyek PLTS terapung berpotensi merusak habitat ikan bilih, yang akan berdampak langsung pada pendapatan mereka.
Selain itu, Ketua Forum Anak Nagari Batipuah Selatan, Buchari Datuak Lelo Marajo, menambahkan bahwa Danau Singkarak saat ini sudah menghadapi sejumlah permasalahan lingkungan, seperti sedimentasi dan pencemaran. Dalam kondisi tersebut, mereka berpendapat bahwa perbaikan dan pemulihan kondisi danau harus menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, mereka merasa bahwa pembangunan PLTS terapung di Danau Singkarak bukanlah langkah yang bijak.
Penolakan dari Pihak DPRD
Penolakan terhadap proyek PLTS terapung ini juga mendapat dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tanah Datar. Ketua DPRD Tanah Datar, Anton Yondra, menyatakan bahwa lembaganya akan berpihak pada kepentingan masyarakat setempat. Ia menegaskan bahwa DPRD akan mendukung segala upaya yang dilakukan untuk melindungi ekosistem dan mata pencaharian warga, serta menolak rencana pembangunan PLTS di Danau Singkarak.
Keputusan ini menunjukkan bahwa wakil rakyat Tanah Datar mendengarkan aspirasi dan kekhawatiran yang disampaikan oleh masyarakat. Sehingga, DPRD memastikan bahwa pihaknya akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga keberlanjutan ekosistem dan kesejahteraan warga setempat.
Dukungan dari Anggota DPR RI
Penolakan ini juga mendapat perhatian dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). M. Shadiq Pasadigoe, anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem, turut mendukung aspirasi masyarakat Batipuah Selatan. Ia menegaskan bahwa PLN tidak akan memaksakan proyek ini jika mayoritas masyarakat menolaknya. Menurut Shadiq, dialog yang telah dilakukan dengan masyarakat Batipuah Selatan menunjukkan adanya penolakan yang kuat terhadap proyek tersebut. PLN pun harus mempertimbangkan aspirasi masyarakat sebelum melanjutkan rencana pembangunan.
Alternatif Lokasi Proyek
Salah satu alternatif yang diusulkan adalah Waduk Koto Panjang, yang terletak di wilayah Sumatera Barat dan Riau.
Hal ini juga menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk mengembangkan energi terbarukan yang lebih berkelanjutan tanpa mengorbankan keberlanjutan alam.
Harapan untuk Solusi yang Menguntungkan Semua Pihak
Keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap proyek besar yang dilaksanakan. Dialog yang konstruktif antara pihak pemerintah, PLN, dan masyarakat setempat sangat diperlukan untuk menemukan solusi yang menguntungkan semua pihak.
Masyarakat Batipuah Selatan berharap agar proyek ini tidak memaksakan kehendak, melainkan melibatkan mereka dalam perencanaan dan pelaksanaan yang lebih bijaksana.
Meskipun tujuan proyek ini adalah untuk mengembangkan energi terbarukan, keberlanjutan ekosistem dan mata pencaharian masyarakat setempat harus tetap menjadi prioritas. Dengan dialog yang terbuka dan solusi yang bijaksana, diharapkan proyek semacam ini dapat memberikan manfaat tanpa merusak keseimbangan alam.